Kamis, 31 Maret 2016

Bab 5

Bab 5

Danu membuka pintu pagar yang sudah berkarat –dan terlihat jelas tidak dirawat oleh pemilik rumah ini- hingga menimbulkan bunyi gesekan besi yang nyaring, perlu usaha besar untuk menutupnya kembali tanpa menimbulkan kegaduhan bagi tetangga di depannya. Rumah ini berada di tikungan jalan, dan rumah sebelah kanan walaupun kosong tapi masih menjadi satu bagian dari rumah ini. Dia sudah kembali pulang ke tempat yang sudah lama dia tinggalkan. Masih tetap sama, bahkan cat rumahnya yang bewarna cream tua kini bercampur dengan banyak noda. Entah noda debu jalanan, atau cipratan lumpur, bisa jadi keduanya yang membuatnya lebih bewarna cokelat. Danu duduk sebentar di beranda depan rumah, melihat sekelilingnya, dua mobil city car dengan persneling otomatis terparkir berjajar, berarti pemiliknya sudah ada di rumah, jam tangan di lengannya memang sudah menunjukan hampir jam delapan malam, dan benar saja pintu belakang di dekat garasi terbuka menampakan sosok perempuan yang sudah lama tidak dia temui

                “Mas Danu?” tanya suara tersebut dengan hati-hati, di baliknya tampak seorang gadis kecil berkucir kuda melihat dengan takut-takut. Danu beranjak dan mendekati mereka dengan tersenyum

                “Iya. Aku pulang” setelah Danu menjawab panggilan itu nampak perasaan lega terpancar dari wajah itu, ada sedikit genangan air mata terlihat di pelupuk matanya dan dengan segera dia usap.  Adiknya memang sensitif, hal yang membuatnya terharu selalu saja membuatnya meneteskan air mata. Dulu saat mereka masih kecil, dia sempat khawatir apakah adiknya akan mudah dipermainkan orang atau tidak. Untunglah dia menemukan pria yang tepat ketika dewasa. Danu kemudian berjongkok dan menatap gadis kecil yang bersembunyi di balik badan ibunya “Coba Paman tebak, pasti kamu Rosa?”

Gadis kecil itu mengangguk, dan segera menyembunyikan wajahnya kembali sambil terkikik di balik badan ibunya. “Ayo masuk, Mas. Di luar banyak nyamuk. Aku juga baru pulang, baru dari klinik” Danu mengiyakan, dan mengikutinya masuk ke rumah.

Suasana temaram, sejak dahulu ayahnya tidak menyukai cahaya lampu neon yang bewarna putih, silau alasannya. Meja makan tampak berantakan, sejauh dia ingat dulu Ibunya selalu menata rapih setiap letak peralatan makan. Mulai dari sendok, garpu, pisau makan, piring hingga detail tisu makan yang akan digunakan. ‘Seseorang bisa dilihat derajatnya dari tata cara dia makan, Dan’ begitulah prinsip Ibu mereka. “Sepi sekali, pada kemana?’

                “Oh, Mas Agung sedang dinas keluar kemarin. Mungkin baru minggu depan pulang. Dia titip salam, katanya maaf tidak bisa menjemput Mas Danu. Papa belum pulang, malam banget mungkin dia baru sampai. Mas mau minum?”

                “Ambilkan air putih, Nit. Daritadi kerongkonganku gatal”

Nita menuangkan segelas air putih untuk kakaknya, dan mengambil beberapa biskuit dari dalam wadah plastik penyimpan makanan untuk anaknya. Danu menegak air putih yang diberikan untuknya seperti berbulan-bulan tidak minum, “Leganya. Iya, ini kunjungan mendadak, bilang ke Agung jangan dipikirkan, toh aku juga baru memberi kabar kemarin padamu”

                “Mas Danu baru banget datang berarti? Sudah makan?”

                “Seperti biasa kamu selalu begitu, seperti Mama. Sebenarnya sudah dari siang tadi aku sampai di Jakarta. Tapi harus mengantar pesanan, lalu..” Danu terdiam dan kembali berbicara “tadi sempat mampir ke makam Mama” perasaan sedih kembali menyergapnya, namun dia alihkan dengan mengajak si kecil Rosa bermain sementara ibunya sedang mengeluarkan makanan cepat saji dari dalam lemari pendingin. Sebuah wajan penggorengan sudah dipanaskan dengan minyak di dalamnya,

                “ Sudah lama Mas Danu nggak pulang. Kali ini lama kan?”

                “Yah, seminggu kayaknya, lusa ada acara yang akan aku hadiri”

                “Acara apa, Mas?”

                “Pembukaan restoran. Restoran Golden Lotus…..” Danu masih memikirkan beberapa kalimat yang sesuai, karena dia tidak tahu bagaimana reaksi adiknya ketika mendengarnya “Restoran baru, milik Miranda..Miranda Santoso”

                Nita mengerenyit, “Miranda? Miranda yang itu?”

                “Menurutmu siapa lagi, Nit?”


Pembicaraan mereka terhenti karena bunyi pagar rumah yang berderit keras diiringi suara deru mobil yang masuk ke dalam garasi. Rosa, si kecil, langsung bergegas menuju pintu dan menyambut siapa yang datang. Tidak perlu seorang peramal hebat, karena Danu sendiri tahu itu pasti ayahnya yang baru saja pulang. 

Tidak ada komentar: