Dengan perlahan Danu menurunkan
pahatan Guan Yu yang dia kemas dalam kotak kayu dari dalam taksi yang dia
tumpangi dibantu oleh supir, pahatan ini tidak ringan, apalagi dia menggunakan
kayu jati sebagai bahan dasarnya. Sudah hampir seminggu ini tenaganya bak
terkuras hingga ke titik terendah, mengangkat beban seberat ini benar-benar melelahkannya,
beruntung dia masih bisa mengejar penerbangan ke Jakarta subuh tadi. Benar
seperti yang dikatakan Mbok Nem, dia memaksakan diri menyelesaikan pahatan ini
dalam waktu singkat, bukannya tanpa alasan, pahatan ini bagaikan hutang
pekerjaan apalagi pemesannya sudah tidak ada. Danu lebih baik menyelesaikan
pahatan ini secepat mungkin – dan untungnya proses finishing terasa tidak ada
hambatan – daripada harus dihantui oleh pesanan yang belum rampung.
Danu menatap bangunan di
hadapannya, sebuah kantor yang terdiri dari tiga lantai bercatkan warna
terracotta, beberapa catnya mengelupas di bagian sisi temboknya, mungkin karena
faktor cuaca. Di depan gerbang dia melihat sebuah papan nama bertuliskan PT
GLOBAL JAYA, lengkap dengan detail logonya.Lokasinya mudah dicari, apalagi dia
juga pernah tinggal di kota ini cukup lama, walaupun ketika mencari lokasinya
dia harus memutar jauh di daerah Sarinah karena supir taksi yang ditumpanginya
salah belok. Setelah mengucapkan terimakasih, dan mengeluarkan beberapa lembar
rupiah untuk membayar ongkos perjalanannya, Danu menyampirkan tasnya dan
segera menuju pos satpam
“Siang,
Pak! Ada yang bisa saya bantu?” tanya Satpam
berkepala cepak itu padanya.
“Saya
mau bertemu Bapak Daniel. Saya mengantarkan pesanannya. Maksudnya pesanan
Almarhum Bapak Adi sebelum dia meninggal”
“Oh,
tunggu sebentar” Satpam itu masuk ke dalam posnya, dna tidak lama kemudian
keluar sembari membawa tanda pengenal bertuliskan ‘Guest’ dan menyerahkannya kepada Danu “Silahkan Bapak masuk ke
dalam, di sana ada front office nanti
Bapak isi buku tamu, dan dia akan mmebantu Bapak bertemu Pak Daniel”
“Terimakasih”
Danu berkata seraya mengenakan kartu tanda pengenalnya di saku jaketnya, udara
Jakrta memang panas, tapi jaket ini selalu setia menemani dia ketika berpergian
“kalau boleh, apakah ada yang bisa membantu saya membawa ini, Pak?” Danu
kemudian menunjuk boks kayu yang ada di samping kakinya
“Isinya?”
kali ini Satpam dengan sedikit curiga menatap boks kayu tersebut, dengan
hati-hati dia menyentuhnya
“Pahatan”
jawab Danu dengan tenang, semenjak
serangan terror beberapa bulan lalu, penjagaan di Jakarta semakin ketat rupanya
Satpam
itu menggangguk, lalu dia memanggil seornag laki-laki kecil dengan baju biru
muda bertulisakan Office Boy agar
membantu Danu. “Wan, hoi Riswan! Sini! Bantu” teriaknya sambil membuat gerakan
mendorong dengan tangannya. Riswan sang pesuruh kantor itu dengan sigap pergi
ke belakang bangunan, tidak lama sebuah trolley barang sudah ada dan mengangkut
Guan Yu dari permukaan tanah
“Silahkan
lewat sini Pak” ucap Riswan dengan logat
Betawinya yang bercampur aksen Sunda pada Danu. Seelah menaiki beberapa
undakan, Danu hendak membukakan pintu agar Riswan dapat dengan mudah memasuki
kantor, tapi upaya itu tidak jadi dia lakukan karena pintu utama PT Global Jaya
sudah dibukakan oleh seorang gadis dengan mata memerah yang kemudian berlalu.
“Itu
Harshita, anak Pak Direktur” bisik Riswan pada Danu, “Sudah biasa, Pak” ujarnya
lagi, “Nah, di sebelah sini” Riswan meletakan trolleynya di samping meja
penerima tamu, dan berkata pada resepsionistnya bahwa Danu hendak bertemu Pak
Daniel setelah itu dia pergi kembali melakukan pekerjaan utamanya. Setelah
diberikan penjelasan singkat, dan menitipkan kartu tanda penduduknya di meja penerima
tamu, Danu kemudian duduk di ruang tunggu. Semoga tidak lama, masih ada tempat
yang akan dia kunjungi setelah ini selain makam Ibundanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar