Kamis, 17 Maret 2016

Bab 2 ( part 2 - Hari ke 4)

Dengan pikiran menerawang, berusaha mengingat dan mereka tempat kejadian perkara di dalam kepalanya,  jemari Bripka Arifin mengetuk-ngetuk pelan permukaan meja kerjanya, dia selalu melakukan kebiasaan ini jika sedang berpikir keras. Di depannya terdapat dua surat kabar harian lokal, keduanya mempunyai headline yang nyaris sama ‘Pembunuhan Di Hotel’ satunya lagi malah lebih ekstrem ’Malam Berdarah di Hotel Melati : Polisi Belum Menemukan Titik Terang”. Orang awam mengira setelah mengumpulkan sidik jari mulai DNA, hingga pelaku dapat langsung ditemukan. Kenyataannya tidak semudah itu, segala bukti forensik diserahkan kepada bagian DVI untuk dianalisa, dan tidak seperti tayangan serial detektif di televisi yang  dapat terinci dalam waktu hitungan jam. Butuh waktu, dan bisa berhari-hari menemukan kecocokan DNA dengan nyaris dua ratus juta penduduk di negara ini.

Setelah meminta keterangan dari pemahat yang akan ditemui oleh korban, dia yakin  korban datang ke kota ini dalam rangka kunjungan bisnis, berkaitan dengan pahatan yang dipesan perusahaannya. Uang dan barang beharga korban hilang, apakah kasus ini murni perampokan disertai pembunuhan? Kesimpulan ini masih terlalu dangkal, apalagi  ada poin yang tidak sesuai dengan bukti di tempat kejadian. Dia berdiri menuju papan putih tempat dia menuliskan detail urutan kejadian, melihat rentetan waktu dengan seksama, konsentrasinya buyar ketika anak buahnya mendadak masuk ke dalam ruangan

                “Lapor! Maaf, Pak! Di penerima tamu ada Bapak Danuwirya datang. Dia bilang ingin menanyakan beberapa informasi.”

                “Danu, pemahat itu? Informasi?  Coba kita tanyakan apa yang ingin dia ketahui.” Bripka Arifin menutup pelan pintu dan keluar dari ruangannya.

Tidak lama, Danu mendapati dirinya tengah berbincang dengan Bripka Arifin di selasar kantor polisi yang tidak terlalu banyak orang berlalu lalang. Dia sengaja datang  menjelang makan siang, agar tidak terlalu ramai, dan urusannya cepat selesai.

                “Perusahaan – PT -  Global Jaya “ Bripka Arifin menyerahkan secarik kertas berisi nama perusahaan serta alamat kantor Adi Perdana bekerja , Danu menerimanya dengan hati-hati agar kertas tersebut tidak lecek saat dia pegang, dan memasukannya ke dalam lipatan dompet. “Terimakasih sebelumnya. Jadi..apa ada perkembangan terbaru, Pak?”

                “ Kami sedang menganalisa barang bukti, jika sudah mencukupi akan kami ungkap ke publik. Alamatnya di Jakarta, apa Anda akan datang ke sana?”  tanya Bripka Arifin padanya

                “Yah, saya akan menanyakan dulu kelanjutan pesanan korban.” Danu tertawa kecil “Masalah lembaran rupiah memang mendesak untuk ditanyakan. Saya harap mereka tidak membatalkannya. Terimakasih informasinya, saya permisi dulu kalau begitu ”

                “Ah, ya benar juga. Pasti harganya tidak murah. Semoga berhasil”

Danu berjalan pelan ke arah parkiran motor, tadi dia meninggalkan motor bebeknya di bawah pohon rindang, dari dulu dia bukan termasuk orang yang gemar berjalan-jalan di bawah terik matahari. Olehkarena itu memahat merupakan pekerjaan ideal baginya, berada di ruangan seharian, walau kadang dia hanya menggunakan pahat kuku selama satu jam saja, dan sisanya lebih banyak dia gunakan untuk membuat sketsa kasar. Mbok Nem selalu menggerutu apabila banyak kertas berserakan di halam rumah jika dia sudah larut dengan dunianya. Dia meronggoh dompetnya, sambil menunggu matahari tertutup awan, ada baiknya dia menelepon kantor Adi Perdana, toh hari ini dia cukup senggang karena janji bertemu dengannya batal sudah.

Dikeluarkannya kertas yang diberikan Bripka Arifin, Danu membaca nomor telepon yang tertera dalam goresan tinta hitam pekat hingga beberapa bagian tinta merembes ke balik kertas, sementara tangan kirinya menekan keypad ponsel pintar. Bripka Arifin, tidak seperti penampilannya yang terlihat tenang rupanya orang yang sangat berkomitemen tinggi. Suara nada sambung terdengar, Danu menunggu sembari menyandarkan badannya, membagi rasa lelah dengan tumpuan berat badannya. Setelah beberapa saat, suara manis membalas panggilan teleponnya dengan ramah

                “ PT Global Jaya, may I assist you?”  dari jawaban tersebut, Danu menduga ini adalah perusahan multinasional yang sering berhubungan dengan orang asing.

                “Ya, saya Danuwirya, saya pemahat yang diminta almarhum Adi Perdana.” Danu memikirkan kembali kalimat apa yang tepat ia gunakan untuk menanyakan maksudnya “begini, saya tahu Bapak Adi sudah meninggal, saya hanya ingin menanyakan kelanjutan pesanan yang pesan. Saya harus berbicara dengan siapa?”

                “Sebentar, Bapak. Akan saya beri nada sambung, harap menunggu”

                “Baik, saya tunggu” Danu menghela nafas kembali, untunglah tidak lama kemudian dia mendengar seseorang berbicara di seberang sambungan teleponnya. Seorang laki-laki, dengan suara yang meledak-ledak.

                “Selamat siang, Bapak Danu. Saya Daniel, pengganti almarhum Adi. Begini, Pak, kami tetap melanjutkannya, namun apakah bisa pesanan tersebut selesai sebelum akhir bulan ini? Karena ada persemian kantor cabang, dan kami membutuhkannya segera.”

Kabar itu yang sudah Danu tunggu sejak tadi, “Ya, tidak masalah. Pahatannya sudah hampir selesai, tinggal saya finishing. Harus saya antarkan ke mana?”

                “Ke alamat kantor kami, di Jakarta, Pak. Bapak sudah tahu alamatnya?”

                Danu melihat kembali catatannya, “Sudah. Saya akan menghubungi anda jika sudah siap dikirim. Terimakasih”


                “Baik, Pak Danu.  Sama-sama. Kami tunggu pesananya” dan sambungan telepon pun berakhir sampai di situ. Masalah  kelangsungan perut Danu sudah mendapatkan kepastian, kali ini dia harus konsentrasi dengan pahatan Guan Yu yang belum rampung. Danu menengadah ke arah langit, awan belum juga menutupi matahari, bahkan sama sekali tidak ada tanda-tanda mendung sedikitpun.  Dia pun menyerah dan mengambil helm full face bewarna hitam dengan tulisan ‘INK’ dan mengenakannya, setelah ini dia akan mampir ke toko langganannya untuk membeli polintur serta tiner. 

Tidak ada komentar: