Kamis, 24 Maret 2016

Bab 3 -3

                “Siang, Pak Danu! Saya Daniel” seorang pria bertubuh agak gempal  datang menuruni tangga dengan terpogoh-pogoh, rambutnya mengkilap, bukan dengan keringat, melainkan gel rambut mahal yang nampak jelas dia usapkan terlalu banyak. Danu dapat menciumnya dari radius sedekat ini ketika dia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. “Sudah lama menunggu, Pak?” timpanya lagi, namun belum sempat Danu menjawab pertanyaannya, Daniel sudah memotongnya kembali “Oh, ini pesananannya? Hmm….” Daniel tampak sedang berpikir

                “Iya, ini pesanannya. Perlu saya letakan di mana?”

                “Ini semestinya dikirim ke cabang baru, namun sementara biar nanti saya minta orang menyimpannya di warehouse. Oh, untuk proses pembayaran nanti mohon ikut dulu saya ya, Pak. Sebentar…” Daniel berbincang sejenak dengan resepsionist agar pahatan Guan Yu ini dapat disimpan sejenak di tampatnya, sampai dia memanggil pesuruh untuk mengangkutnya kembali, setelah selesai dia meminta Danu agar mengikutinya ke kantornya, di lantai dua  “Mari, Pak”

Selama menaiki tangga, Daniel banyak bercerita, kebanyakan tentang dirinya “Sebelumnya saya anak buah Pak Adi. Sayang juga dia meninggal di usia masih muda” ujarnya

                “Yah, saya juga tidak mengira. Takdir Tuhan”

                “Padahal dia orang yang sangat menyenangkan, yah, Pak Adi memang sedikit cerewet seperti marketing pada umumnya, tapi dia orang yang enak diajak bekerja sama”

                “Ah, saya mengerti itu “ timpal Danu sambil melihat sekelilingnya, dia melihat sebuah ruangan besar dengan banyak orang duduk saling berhadapan dalam tiga baris utama, tidak hanya itu ada beberapa ruangan yang bertuliskan divisi-divis di perusahaan ini. Beberapa membaca kertas-kertas dokumen, ada yang sedang berbicara dalam sambungan telepon –seperti saling bersahutan satu sama lain- , namun ada pula yang hilir mudik. Benar-benar kantor yang sangat ramai, penuh dengan energi, ini sangat bertolak belakang dengan dirinya yang selalu terikat dnegan ruangan studio pahatnya. Sendiri, hanya dia dan peralatan seninya.  Dari ruangan bertuliskan ‘Direktur’ baru saja keluar wanita berkacamata dan berbaju blazer merah maroon dengan wajah yang sukar diartikan, apakah itu lega atau kesal, lalu dia duduk kembali di mejanya. Sekretaris Direktur sepertinya.

Ruangan Daniel, yaitu divisi Marketing Plan, hanya berisikan tiga meja kerja, dengan papan putih bertuliskan rancangan-rancangan kerja bulanan, penuh catatan kecil bewarna warni ditempel tidak beraturan. Di dinding yang terbuat dari papan duplek dia melihat aneka berbagai macam foto kegiatan perusahaan. Ada beberapa foto Adi Perdana di sana, lalu dekat dengan bekas mejanya ada setumpuk pigura yang diletakan di karton bekas minuman plastik.

                “Ah, itu kepunyaan Pak Adi. Keluarganya belum ada yang mengambilnya jadi kami letakan di sana” Daniel yang menyadari Danu yang sedang memandangi seksama ruangan kerjanya menjelaskan dengan singkat, “Beberapa di antaranya hanya foto Pak Adi sedang memancing. Dia gemar sekali memancing. Nah, Pak Danu, silahkan duduk. Ada beberapa dokumen pencairan dana yang harus ditandatangani oleh Bapak”

Danu melihat rincian dokumen yang diserahkan kepadanya, membacanya sekilas, memastikan jumlah nilainya sesuai lalu mebubuhkan tanda tangannya.

                “Jumlahnya sesuai, Pak?” tanya Daniel padanya

                Danu menggangguk, “Ya, semua pas.”

                “Berapa lama Pak Danu ada di Jakarta? Saya berencana mengundang Bapak ke peresmian kantor cabang yang baru”

                “Tidak lama, seminggu mungkin” jawab Danu “Sebenarnya, kantor cabang baru ini ada di mana ya?”

                “Oh, ini untuk restoran Golden Lotus, salah satu anak usaha dari perusahaan kami. Di daerah Alam Sutra”

                “Perusahaan ini merambah sektor kuliner juga rupanya. Restoran kuliner dengan masakan khas oriental jika saya menebaknya?”

                “Ya, Anda benar. Lebih tepatnya jika istri direktur yang mengelolanya, tapi sampai sekarang apa yang dia jalankan tidak pernah mengecewakan bagi komisaris perusahaan ini, walau sedikit bernuansakan nepotism, tapi bagaimana lagi, perusahaan ini awalanya adalah perusahaan keluarga”

                “Saya mengerti” Danu tersenyum mendengarnya “Ini, Pak Daniel sudah saya tandatangani” dokumen pembayaran kini beralih tangan ke Daniel. Mereka berdua menoleh ketika ada suara ketukan kecil di ruangan Daniel, dari wanita berblazer merah marun tadi

                “Pak Daniel, Ibu datang. Ada perlu dengan Bapak”

                “Wah, pas sekali. Baru saja pesanan Dia datang, terimakasih Mbak Dina, Saya akan ke sana” wanita cantik bernama Dina itu kemudian berlalu, “Iya, Pak Danu. Sudah selesai, dana akan dicairkan ke rekening Bapak paling lambat tujuh hari kerja” Daniel merapikan dokumen tersebut, sambil sesekali melirik kea rah pintu. Mereka berdua mendengar suara langkah kaki wanita dengan hak sepatu tinggi menuju ke ruangan ini.

                “Terimakasih, Pak Daniel. Semoga kita bisa bekerjasama kembalii” ucap Danu seraya merapikan kembali tas yang berisikan beberapa potong pakaian di dalamnya, jika langkah kaki tersebut menuju kemari sepertinya akan ada tamu yang menemuinya. Danu beranjak menuju pintu hendak keluar, sebelum pintu tersebut terbuka dan suara wanita memanggil namanya, tidak melengking, tidak lembut, masih ada nada memerintah namun sangat enak didengar

                “Daniel!”

                “Ah, Iya Bu!” Daniel bergegas menyambut wanita tersebut, dan membukakan pintunya lebih lebar agar dia dapat masuk dengan mudah.

                Wangi parfumnya lembut, Danu mengenali wangi ini seperti dia mengenali setiap jengkal bagian tubuhnya. Sedikit ingatan berkelebat di dalam benaknya , seperti film yang dimundurkan dengan sangat cepat. Rambut ikal sepanjang bahunya berjuntai lembut di pundaknya, kulit tangannya yang bersih, tahi lalat di bibirnya masih sama, bulu matanya yang lentik, dan mata sayunya menjadi satu paket yang menggoda. Dia menatap wanita yang memasuki  ruangan tempatnya berada, dan sebuah kata meluncur begitu saja dari mulutnya


                “Miranda!” 

Tidak ada komentar: