Sabtu, 26 Maret 2016

Bab 4

Bab 4

Bripka Arifin terdiam di tengah ruangan tempat korban Adi Perdana tewas, dia kembali datang ke TKP – Tempat Kejadian Perkara- karena ada beberapa hal yang ingin dia pastikan.  Masih sama seperti mereka tinggalkan. Garis polisi masih melintang, tidak mengizinkan siapa pun selain yang berkepentingan masuk ke dalamnya, gambar kapur penanda tubuh korban ditemukan juga masih ada. Kipas angin, meja, vas bunga, masih lengkap. Tadi pagi dia baru saja menerima beberapa hasil dari tim forensik, ada yang meleset dari perkiraan awalnya. Korban tidak mati karena kehabisan darah, namun ada bekas jeratan di lehernya. Jeratan tipis, seperti menggunakan benang halus, dia perkirakan itu seperti alat pancing. Ini menarik, untuk apa pelaku menusuk korban? Yang paling penting senjata pembunuhnya belum ditemukan, atau ini hanya kamuflase untuk mengecoh polisi?

Awalnya dia menaruh kecurigaan pada pasangan tidak sah yang terpergok di saat yang bersamaan. Tidak ada yang namanya kebetulan, itu adalah asumsi dia. Namun, setelah penyidikan panjang dan melelahkan malam itu, mereka berdua lepas dari tuduhan pembunuhan tingkat satu. Ruangan penyidik riuh saat anak buahnya mengintrograsi mereka, ketika kedua keluarga pasangan itu datang ke kantor mereka saling adu mulut, bukannya mendapatkan informasi penting, yang ada menambah beban pekerjaan satuannya. Mereka harus melerai pasangan selingkuh itu dari cakaran dan juga adu jotos pasangan resminya masing-masing.

                “Lapor, pak!”anak buahnya datang bersama dengan penjaga penginapan yang pernah dia tanyai sebelumnya, Sofyan “saya sudah memanggil saksi seperti yang Bapak perintahkan!”

                “Ng, anu..ada apa ya, Pak?” Sofyan bertanya padanya, nadanya terdengar takut

                “Selain Mas ASofyan, siapa lagi yang  menjadi penjaga di penginapan ini?”

                “Kalau pagi ada kakak perempuan saya, Rukmini. Saya biasanya bertukar jaga jam delapan malam, soalnya saya harus kerja di bengkel motor dekat terminal bayangan situ, Pak”

                “Saat itu, selain korban, apakah ada tamu yang menginap?”

Sofyan berusaha mengingat sesuatu, “Ada, Pak” jawabnya “Tapi, jam sebelas siang sudah keluar dari penginapan. Jadi ya.. hanya Bapak Adi yang menginap saat itu”

                “Ada pengunjung yang datang menemuinya?”

                “Tidak ada, Pak. Pak Adi datang dua hari sebelum dia meninggal, biasanya selalu keluar siang hari dan baru kembali menjelang maghrib. Saya pernah tanya, katanya ada bisnis di sini. Jadi tidak ada tamu yang datang berkunjung”

                “Pintu masuk ke penginapan ini, apakah hanya ada satu?”

                “I..iya, Pak. Dari ruangan depan saja.”

Bripka Arifin melihat sejenak keluar jendela, lalu membuka pintu kamar dan melihat sekelilingnya. Ada tembok setinggi satu meter di samping kiri penginapan itu, tidak bagus karena mengarah ke jalan raya. Mudah saja menaiki tembok tersebut karena tingginya hanya satu meter. Ada beberapa gundukan batu, dan juga pohon jambu melintang ke tepian trotoar, keduanya bisa saja digunakan oleh pelaku untuk melarikan diri. “Prabu, minta anjing pelacak, dan juga tim forensik memeriksa ulang bagian kiri bangunan ini. Sisir sepanjang trotoar dan jalan ini. Siapa tahu kita menemukan petunjuk yang terlewat malam itu”

                “Baik, Pak!”

                “Mas Sofyan, nanti kami akan meminta bantuan anda kembali. Sekarang anda boleh pergi” ucap BRipka Arifin seraya masuk kembali ke dalam kamar. Sambil berkacak pinggang dia masih memandangi suasana kamar. Udara masih panas, musim kemarau panjang dan juga letak geografis dekat laut menjadikan kota ini selalu bersuhu tinggi

                “Terimakasih, Pak” Sofyan buru-buru keluar ruangan setelah dia diizinkan pergi, meninggalkan kedua petugas kepolisian itu di tengah keheningan.


                Jeda panjang itu kemudian dipecahkan oleh ucapan Bripka Arifin “Ini aneh sekali Prabu, aneh sekali” 

Tidak ada komentar: