Bab 4
Bripka Arifin terdiam di tengah
ruangan tempat korban Adi Perdana tewas, dia kembali datang ke TKP – Tempat Kejadian
Perkara- karena ada beberapa hal yang ingin dia pastikan. Masih sama seperti mereka tinggalkan. Garis polisi
masih melintang, tidak mengizinkan siapa pun selain yang berkepentingan masuk
ke dalamnya, gambar kapur penanda tubuh korban ditemukan juga masih ada. Kipas angin,
meja, vas bunga, masih lengkap. Tadi pagi dia baru saja menerima beberapa hasil
dari tim forensik, ada yang meleset dari perkiraan awalnya. Korban tidak mati
karena kehabisan darah, namun ada bekas jeratan di lehernya. Jeratan tipis,
seperti menggunakan benang halus, dia perkirakan itu seperti alat pancing. Ini
menarik, untuk apa pelaku menusuk korban? Yang paling penting senjata
pembunuhnya belum ditemukan, atau ini hanya kamuflase untuk mengecoh polisi?
Awalnya dia menaruh kecurigaan
pada pasangan tidak sah yang terpergok di saat yang bersamaan. Tidak ada yang
namanya kebetulan, itu adalah asumsi dia. Namun, setelah penyidikan panjang dan
melelahkan malam itu, mereka berdua lepas dari tuduhan pembunuhan tingkat satu.
Ruangan penyidik riuh saat anak buahnya mengintrograsi mereka, ketika kedua
keluarga pasangan itu datang ke kantor mereka saling adu mulut, bukannya mendapatkan
informasi penting, yang ada menambah beban pekerjaan satuannya. Mereka harus
melerai pasangan selingkuh itu dari cakaran dan juga adu jotos pasangan
resminya masing-masing.
“Lapor,
pak!”anak buahnya datang bersama dengan penjaga penginapan yang pernah dia
tanyai sebelumnya, Sofyan “saya sudah memanggil saksi seperti yang Bapak
perintahkan!”
“Ng,
anu..ada apa ya, Pak?” Sofyan bertanya padanya, nadanya terdengar takut
“Selain
Mas ASofyan, siapa lagi yang menjadi penjaga
di penginapan ini?”
“Kalau
pagi ada kakak perempuan saya, Rukmini. Saya biasanya bertukar jaga jam delapan
malam, soalnya saya harus kerja di bengkel motor dekat terminal bayangan situ,
Pak”
“Saat
itu, selain korban, apakah ada tamu yang menginap?”
Sofyan berusaha mengingat
sesuatu, “Ada, Pak” jawabnya “Tapi, jam sebelas siang sudah keluar dari
penginapan. Jadi ya.. hanya Bapak Adi yang menginap saat itu”
“Ada
pengunjung yang datang menemuinya?”
“Tidak
ada, Pak. Pak Adi datang dua hari sebelum dia meninggal, biasanya selalu keluar
siang hari dan baru kembali menjelang maghrib. Saya pernah tanya, katanya ada
bisnis di sini. Jadi tidak ada tamu yang datang berkunjung”
“Pintu
masuk ke penginapan ini, apakah hanya ada satu?”
“I..iya,
Pak. Dari ruangan depan saja.”
Bripka Arifin melihat sejenak
keluar jendela, lalu membuka pintu kamar dan melihat sekelilingnya. Ada tembok
setinggi satu meter di samping kiri penginapan itu, tidak bagus karena mengarah
ke jalan raya. Mudah saja menaiki tembok tersebut karena tingginya hanya satu
meter. Ada beberapa gundukan batu, dan juga pohon jambu melintang ke tepian
trotoar, keduanya bisa saja digunakan oleh pelaku untuk melarikan diri. “Prabu,
minta anjing pelacak, dan juga tim forensik memeriksa ulang bagian kiri
bangunan ini. Sisir sepanjang trotoar dan jalan ini. Siapa tahu kita menemukan
petunjuk yang terlewat malam itu”
“Baik,
Pak!”
“Mas
Sofyan, nanti kami akan meminta bantuan anda kembali. Sekarang anda boleh pergi”
ucap BRipka Arifin seraya masuk kembali ke dalam kamar. Sambil berkacak
pinggang dia masih memandangi suasana kamar. Udara masih panas, musim kemarau
panjang dan juga letak geografis dekat laut menjadikan kota ini selalu bersuhu
tinggi
“Terimakasih,
Pak” Sofyan buru-buru keluar ruangan setelah dia diizinkan pergi, meninggalkan
kedua petugas kepolisian itu di tengah keheningan.
Jeda
panjang itu kemudian dipecahkan oleh ucapan Bripka Arifin “Ini aneh sekali Prabu,
aneh sekali”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar