Bau asap rokok pekat menyelimuti
ruangan, Danu melihat ke sekelilingnya, sinar matahari sudah memasuki kamar ini
entah sejak berapa jam yang lalu. Di sampingnya seorang wanita cantik sedang
menghisap sebatang rokok di sela jemarinya yang lentik, kulitnya yang putih
makin bersinar karena sentuhan cahaya yang menerpanya. Danu menyentuh helaian rambutnya,
dan wanita itu pun menoleh ke arahnya, tersenyum
dan memanggilnya pelan “Sudah bangun?”
Danu membalas senyumannya,
menarik lengannya dan membuat wanita tersebut kembali ke dalam dekapannya. Terdengar
cekikik kecil, tapi dipagutnya bibir merah mungil itu dengan gairah yang
mengebu. “Dan, sebentar, aku belum simpan rokok ini” ucap wanita dalam
dekapannya. Danu menghiraukannya, jemarinya terus bergerak menyisiri tiap
jengkal lekuk tubuh wanita ini, menicumi rambutnya seakan dunia akan berakhir esok
hari, seraya berkata “Kamu cantik sekali pagi ini, Mir!”. Perempuan itu
tertawa, dan menghempaskan tubuhnya pelan, Danu merasakan kepalanya berputar
dalam labirin hitam, saat tersadar dia mendapati dirinya tengah terengah-engah
dalam kamar yang pengap.
Butuh waktu agak lama bagi Danu
untuk membiasakan diri, dia melihat arloji di atas meja kecil di samping tempat
tidurnya, sudah lewat dari jam delapan pagi, bahkan hampir menyentuh angka
sembilan. Pantas saja hawa terasa gerah, penghitung waktu dari mesin pendingin
ruangan pastinya sudah mati sejak tadi. Badannya terasa lelah akibat perjalanan
kemarin, setelah memukul-mukul pundaknya
dengan kepalan tanganya, Danu membuka pintu kamarnya menuju ruang makan.
Rumahnya sepi, kedua mobil yang
kemarin terparkir sudah tidak ada di parkiran garasi. Nita kemarin memang
bilang padanya jika mereka selalu berangkat sebelum jam delapan. Apalagi dia
harus mengantar anaknya ke kelompok bermain terlebih dahulu. Danu mengambil
secangkir gelas, dan menuangkan air mineral ke dalamnya. Meneguknya perlahan,
membiarkan rasa dingin menerjang kerongkongannya. Pertemuannya kemarin malam
dengan Ayahnya juga berlangsung singkat, dia hanya berkata ‘Kamu datang?’ lalu segera masuk ke dalam kamarnya. Yah, dia
sendiri juga tidak mengharapkan pelukan selamat datang, atau sambutan hangat layaknya
film televisi dengan air mata bercucuran.
Sepanjang ingatan Danu tentang
ayahnya, Budi Sudawirya, yang langsung teringat adalah sifatnya yang kaku. Dia seorang
dokter spesialis penyakit dalam, sepanjang karirnya bisa dikatakan cemerlang. Lulus
dari sekolah kedokteran ternama di negeri ini, mendapatkan beasiswa kedokteran ke
Belanda guna melanjutkan studinya, dan bekerja di rumah sakit yang bonafit di
salah satu kawasan di Jakarta. Tidak heran dia menginginkan anak-anaknya
meneruskan jejaknya, yang sudah dipatahkan oleh Danu sebagai anak tertua. Kedokteran
tidak menarik baginya, walalupun kapasitas otaknya saat dia masih sekolah cukup
untuk memasuki jurusan yang diperebutkan oleh banyak orang. Akhirnya Nita yang
melanjutkan harapan ayahnya agar garis dokter masih ada dalam garis keluarga
mereka.
Menurut ibunya, ayahnya sangat
kecewa ketika mengetahui Danu tidak tertarik sama sekali menjadi seorang
dokter, apalagi dia anak laki-laki di keluarga ini. Walaupun ibunya mendukung
keputusannya masuk ke jurusan Seni, Danu tahu bahwa semenjak itu hubungan
antara ayah dan ibunya sering dilanda masalah. Ada saja alasan yang membuat
ayahnya untuk melampiaskan kekesalannya di rumah, jika dinding ruang makan ini
bisa bicara entah berapa banyak peralatan pecah belah sudah berterbangan di
sini.
Sekilas masa lalu juga
mengingatkannya akan pertemuannya kemarin dengan Miranda, wanita yang hadir
kembali di alam mimpinya, dalam sekilas dia bisa mengetahui jika Miranda
sekarang sudah hidup nyaman. Herry Santoso adalah sosok pria ideal baginya, dibandingkan
dengan dirinya yang hanya seorang seniman, itupun bukan seniman sesungguhnya, lebih
tepat dikatakan menggantungkan hidup dengan menjual karya. Nita mengatakan
bahwa beberapa barangnya disimpan di gudang, jadi hari ini dia akan melihat
kondisinya, sekaligus menyingkirkan beberapa peralatan yang dirasa sudah
waktunya untuk dibuang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar