Sabtu, 02 April 2016

Bab 5-2

Bau asap rokok pekat menyelimuti ruangan, Danu melihat ke sekelilingnya, sinar matahari sudah memasuki kamar ini entah sejak berapa jam yang lalu. Di sampingnya seorang wanita cantik sedang menghisap sebatang rokok di sela jemarinya yang lentik, kulitnya yang putih makin bersinar karena sentuhan cahaya yang menerpanya. Danu menyentuh helaian rambutnya, dan wanita itu pun menoleh ke arahnya,  tersenyum dan memanggilnya pelan “Sudah bangun?”

Danu membalas senyumannya, menarik lengannya dan membuat wanita tersebut kembali ke dalam dekapannya. Terdengar cekikik kecil, tapi dipagutnya bibir merah mungil itu dengan gairah yang mengebu. “Dan, sebentar, aku belum simpan rokok ini” ucap wanita dalam dekapannya. Danu menghiraukannya, jemarinya terus bergerak menyisiri tiap jengkal lekuk tubuh wanita ini, menicumi rambutnya seakan dunia akan berakhir esok hari, seraya berkata “Kamu cantik sekali pagi ini, Mir!”. Perempuan itu tertawa, dan menghempaskan tubuhnya pelan, Danu merasakan kepalanya berputar dalam labirin hitam, saat tersadar dia mendapati dirinya tengah terengah-engah dalam kamar yang pengap.

Butuh waktu agak lama bagi Danu untuk membiasakan diri, dia melihat arloji di atas meja kecil di samping tempat tidurnya, sudah lewat dari jam delapan pagi, bahkan hampir menyentuh angka sembilan. Pantas saja hawa terasa gerah, penghitung waktu dari mesin pendingin ruangan pastinya sudah mati sejak tadi. Badannya terasa lelah akibat perjalanan kemarin,  setelah memukul-mukul pundaknya dengan kepalan tanganya, Danu membuka pintu kamarnya menuju ruang makan.

Rumahnya sepi, kedua mobil yang kemarin terparkir sudah tidak ada di parkiran garasi. Nita kemarin memang bilang padanya jika mereka selalu berangkat sebelum jam delapan. Apalagi dia harus mengantar anaknya ke kelompok bermain terlebih dahulu. Danu mengambil secangkir gelas, dan menuangkan air mineral ke dalamnya. Meneguknya perlahan, membiarkan rasa dingin menerjang kerongkongannya. Pertemuannya kemarin malam dengan Ayahnya juga berlangsung singkat, dia hanya berkata ‘Kamu datang?’ lalu segera masuk ke dalam kamarnya. Yah, dia sendiri juga tidak mengharapkan pelukan selamat datang, atau sambutan hangat layaknya film televisi dengan air mata bercucuran.

Sepanjang ingatan Danu tentang ayahnya, Budi Sudawirya, yang langsung teringat adalah sifatnya yang kaku. Dia seorang dokter spesialis penyakit dalam, sepanjang karirnya bisa dikatakan cemerlang. Lulus dari sekolah kedokteran ternama di negeri ini, mendapatkan beasiswa kedokteran ke Belanda guna melanjutkan studinya, dan bekerja di rumah sakit yang bonafit di salah satu kawasan di Jakarta. Tidak heran dia menginginkan anak-anaknya meneruskan jejaknya, yang sudah dipatahkan oleh Danu sebagai anak tertua. Kedokteran tidak menarik baginya, walalupun kapasitas otaknya saat dia masih sekolah cukup untuk memasuki jurusan yang diperebutkan oleh banyak orang. Akhirnya Nita yang melanjutkan harapan ayahnya agar garis dokter masih ada dalam garis keluarga mereka.

Menurut ibunya, ayahnya sangat kecewa ketika mengetahui Danu tidak tertarik sama sekali menjadi seorang dokter, apalagi dia anak laki-laki di keluarga ini. Walaupun ibunya mendukung keputusannya masuk ke jurusan Seni, Danu tahu bahwa semenjak itu hubungan antara ayah dan ibunya sering dilanda masalah. Ada saja alasan yang membuat ayahnya untuk melampiaskan kekesalannya di rumah, jika dinding ruang makan ini bisa bicara entah berapa banyak peralatan pecah belah sudah berterbangan di sini.


Sekilas masa lalu juga mengingatkannya akan pertemuannya kemarin dengan Miranda, wanita yang hadir kembali di alam mimpinya, dalam sekilas dia bisa mengetahui jika Miranda sekarang sudah hidup nyaman. Herry Santoso adalah sosok pria ideal baginya, dibandingkan dengan dirinya yang hanya seorang seniman, itupun bukan seniman sesungguhnya, lebih tepat dikatakan menggantungkan hidup dengan menjual karya. Nita mengatakan bahwa beberapa barangnya disimpan di gudang, jadi hari ini dia akan melihat kondisinya, sekaligus menyingkirkan beberapa peralatan yang dirasa sudah waktunya untuk dibuang.

Tidak ada komentar: