Bab 2 ( part 2 - Hari ke 4)
Dengan pikiran menerawang, berusaha mengingat dan mereka tempat kejadian perkara di dalam kepalanya, jemari Bripka Arifin mengetuk-ngetuk pelan permukaan meja kerjanya, dia selalu melakukan kebiasaan ini jika sedang berpikir keras. Di depannya terdapat dua surat kabar harian lokal, keduanya mempunyai headline yang nyaris sama ‘Pembunuhan Di Hotel’ satunya lagi malah lebih ekstrem ’Malam Berdarah di Hotel Melati : Polisi Belum Menemukan Titik Terang”. Orang awam mengira setelah mengumpulkan sidik jari mulai DNA, hingga pelaku dapat langsung ditemukan. Kenyataannya tidak semudah itu, segala bukti forensik diserahkan kepada bagian DVI untuk dianalisa, dan tidak seperti tayangan serial detektif di televisi yang dapat terinci dalam waktu hitungan jam. Butuh waktu, dan bisa berhari-hari menemukan kecocokan DNA dengan nyaris dua ratus juta penduduk di negara ini.
Dengan pikiran menerawang, berusaha mengingat dan mereka tempat kejadian perkara di dalam kepalanya, jemari Bripka Arifin mengetuk-ngetuk pelan permukaan meja kerjanya, dia selalu melakukan kebiasaan ini jika sedang berpikir keras. Di depannya terdapat dua surat kabar harian lokal, keduanya mempunyai headline yang nyaris sama ‘Pembunuhan Di Hotel’ satunya lagi malah lebih ekstrem ’Malam Berdarah di Hotel Melati : Polisi Belum Menemukan Titik Terang”. Orang awam mengira setelah mengumpulkan sidik jari mulai DNA, hingga pelaku dapat langsung ditemukan. Kenyataannya tidak semudah itu, segala bukti forensik diserahkan kepada bagian DVI untuk dianalisa, dan tidak seperti tayangan serial detektif di televisi yang dapat terinci dalam waktu hitungan jam. Butuh waktu, dan bisa berhari-hari menemukan kecocokan DNA dengan nyaris dua ratus juta penduduk di negara ini.
Setelah meminta keterangan dari pemahat yang akan ditemui oleh
korban, dia yakin korban datang ke kota
ini dalam rangka kunjungan bisnis, berkaitan dengan pahatan yang dipesan
perusahaannya. Uang dan barang beharga korban hilang, apakah kasus ini murni
perampokan disertai pembunuhan? Kesimpulan ini masih terlalu dangkal,
apalagi ada poin yang tidak sesuai
dengan bukti di tempat kejadian. Dia berdiri menuju papan putih tempat dia
menuliskan detail urutan kejadian, melihat rentetan waktu dengan seksama,
konsentrasinya buyar ketika anak buahnya mendadak masuk ke dalam ruangan
“Lapor!
Maaf, Pak! Di penerima tamu ada Bapak Danuwirya datang. Dia bilang ingin
menanyakan beberapa informasi.”
“Danu,
pemahat itu? Informasi? Coba kita
tanyakan apa yang ingin dia ketahui.” Bripka Arifin menutup pelan pintu dan
keluar dari ruangannya.
Tidak lama, Danu mendapati
dirinya tengah berbincang dengan Bripka Arifin di selasar kantor polisi yang
tidak terlalu banyak orang berlalu lalang. Dia sengaja datang menjelang makan siang, agar tidak terlalu
ramai, dan urusannya cepat selesai.
“Perusahaan
– PT - Global Jaya “ Bripka Arifin
menyerahkan secarik kertas berisi nama perusahaan serta alamat kantor Adi
Perdana bekerja , Danu menerimanya dengan hati-hati agar kertas tersebut tidak
lecek saat dia pegang, dan memasukannya ke dalam lipatan dompet. “Terimakasih
sebelumnya. Jadi..apa ada perkembangan terbaru, Pak?”
“
Kami sedang menganalisa barang bukti, jika sudah mencukupi akan kami ungkap ke publik.
Alamatnya di Jakarta, apa Anda akan datang ke sana?” tanya Bripka Arifin padanya
“Yah,
saya akan menanyakan dulu kelanjutan pesanan korban.” Danu tertawa kecil “Masalah
lembaran rupiah memang mendesak untuk ditanyakan. Saya harap mereka tidak membatalkannya.
Terimakasih informasinya, saya permisi dulu kalau begitu ”
“Ah,
ya benar juga. Pasti harganya tidak murah. Semoga berhasil”
Danu berjalan pelan ke arah
parkiran motor, tadi dia meninggalkan motor bebeknya di bawah pohon rindang,
dari dulu dia bukan termasuk orang yang gemar berjalan-jalan di bawah terik
matahari. Olehkarena itu memahat merupakan pekerjaan ideal baginya, berada di
ruangan seharian, walau kadang dia hanya menggunakan pahat kuku selama satu jam
saja, dan sisanya lebih banyak dia gunakan untuk membuat sketsa kasar. Mbok Nem
selalu menggerutu apabila banyak kertas berserakan di halam rumah jika dia
sudah larut dengan dunianya. Dia meronggoh dompetnya, sambil menunggu matahari
tertutup awan, ada baiknya dia menelepon kantor Adi Perdana, toh hari ini dia
cukup senggang karena janji bertemu dengannya batal sudah.
Dikeluarkannya kertas yang
diberikan Bripka Arifin, Danu membaca nomor telepon yang tertera dalam goresan
tinta hitam pekat hingga beberapa bagian tinta merembes ke balik kertas,
sementara tangan kirinya menekan keypad ponsel pintar. Bripka Arifin, tidak
seperti penampilannya yang terlihat tenang rupanya orang yang sangat
berkomitemen tinggi. Suara nada sambung terdengar, Danu menunggu sembari
menyandarkan badannya, membagi rasa lelah dengan tumpuan berat badannya.
Setelah beberapa saat, suara manis membalas panggilan teleponnya dengan ramah
“
PT Global Jaya, may I assist you?” dari jawaban tersebut, Danu menduga ini adalah
perusahan multinasional yang sering berhubungan dengan orang asing.
“Ya,
saya Danuwirya, saya pemahat yang diminta almarhum Adi Perdana.” Danu
memikirkan kembali kalimat apa yang tepat ia gunakan untuk menanyakan maksudnya
“begini, saya tahu Bapak Adi sudah meninggal, saya hanya ingin menanyakan
kelanjutan pesanan yang pesan. Saya harus berbicara dengan siapa?”
“Sebentar,
Bapak. Akan saya beri nada sambung, harap menunggu”
“Baik,
saya tunggu” Danu menghela nafas kembali, untunglah tidak lama kemudian dia
mendengar seseorang berbicara di seberang sambungan teleponnya. Seorang
laki-laki, dengan suara yang meledak-ledak.
“Selamat
siang, Bapak Danu. Saya Daniel, pengganti almarhum Adi. Begini, Pak, kami tetap
melanjutkannya, namun apakah bisa pesanan tersebut selesai sebelum akhir bulan
ini? Karena ada persemian kantor cabang, dan kami membutuhkannya segera.”
Kabar itu yang sudah Danu tunggu
sejak tadi, “Ya, tidak masalah. Pahatannya sudah hampir selesai, tinggal saya
finishing. Harus saya antarkan ke mana?”
“Ke
alamat kantor kami, di Jakarta, Pak. Bapak sudah tahu alamatnya?”
Danu
melihat kembali catatannya, “Sudah. Saya akan menghubungi anda jika sudah siap
dikirim. Terimakasih”
“Baik,
Pak Danu. Sama-sama. Kami tunggu
pesananya” dan sambungan telepon pun berakhir sampai di situ. Masalah kelangsungan perut Danu sudah mendapatkan
kepastian, kali ini dia harus konsentrasi dengan pahatan Guan Yu yang belum
rampung. Danu menengadah ke arah langit, awan belum juga menutupi matahari,
bahkan sama sekali tidak ada tanda-tanda mendung sedikitpun. Dia pun menyerah dan mengambil helm full face bewarna
hitam dengan tulisan ‘INK’ dan mengenakannya, setelah ini dia akan mampir ke toko
langganannya untuk membeli polintur serta tiner.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar