Bab 5
Danu membuka pintu pagar yang
sudah berkarat –dan terlihat jelas tidak dirawat oleh pemilik rumah ini- hingga
menimbulkan bunyi gesekan besi yang nyaring, perlu usaha besar untuk menutupnya
kembali tanpa menimbulkan kegaduhan bagi tetangga di depannya. Rumah ini berada
di tikungan jalan, dan rumah sebelah kanan walaupun kosong tapi masih menjadi
satu bagian dari rumah ini. Dia sudah kembali pulang ke tempat yang sudah lama
dia tinggalkan. Masih tetap sama, bahkan cat rumahnya yang bewarna cream tua
kini bercampur dengan banyak noda. Entah noda debu jalanan, atau cipratan
lumpur, bisa jadi keduanya yang membuatnya lebih bewarna cokelat. Danu duduk
sebentar di beranda depan rumah, melihat sekelilingnya, dua mobil city car dengan persneling otomatis
terparkir berjajar, berarti pemiliknya sudah ada di rumah, jam tangan di
lengannya memang sudah menunjukan hampir jam delapan malam, dan benar saja
pintu belakang di dekat garasi terbuka menampakan sosok perempuan yang sudah
lama tidak dia temui
“Mas
Danu?” tanya suara tersebut dengan hati-hati, di baliknya tampak seorang gadis
kecil berkucir kuda melihat dengan takut-takut. Danu beranjak dan mendekati mereka
dengan tersenyum
“Iya.
Aku pulang” setelah Danu menjawab panggilan itu nampak perasaan lega terpancar
dari wajah itu, ada sedikit genangan air mata terlihat di pelupuk matanya dan
dengan segera dia usap. Adiknya memang
sensitif, hal yang membuatnya terharu selalu saja membuatnya meneteskan air
mata. Dulu saat mereka masih kecil, dia sempat khawatir apakah adiknya akan
mudah dipermainkan orang atau tidak. Untunglah dia menemukan pria yang tepat
ketika dewasa. Danu kemudian berjongkok dan menatap gadis kecil yang
bersembunyi di balik badan ibunya “Coba Paman tebak, pasti kamu Rosa?”
Gadis kecil itu mengangguk, dan
segera menyembunyikan wajahnya kembali sambil terkikik di balik badan ibunya.
“Ayo masuk, Mas. Di luar banyak nyamuk. Aku juga baru pulang, baru dari klinik”
Danu mengiyakan, dan mengikutinya masuk ke rumah.
Suasana temaram, sejak dahulu
ayahnya tidak menyukai cahaya lampu neon yang bewarna putih, silau alasannya.
Meja makan tampak berantakan, sejauh dia ingat dulu Ibunya selalu menata rapih
setiap letak peralatan makan. Mulai dari sendok, garpu, pisau makan, piring
hingga detail tisu makan yang akan digunakan. ‘Seseorang bisa dilihat derajatnya dari tata cara dia makan, Dan’
begitulah prinsip Ibu mereka. “Sepi sekali, pada kemana?’
“Oh,
Mas Agung sedang dinas keluar kemarin. Mungkin baru minggu depan pulang. Dia
titip salam, katanya maaf tidak bisa menjemput Mas Danu. Papa belum pulang,
malam banget mungkin dia baru sampai. Mas mau minum?”
“Ambilkan
air putih, Nit. Daritadi kerongkonganku gatal”
Nita menuangkan segelas air putih
untuk kakaknya, dan mengambil beberapa biskuit dari dalam wadah plastik
penyimpan makanan untuk anaknya. Danu menegak air putih yang diberikan untuknya
seperti berbulan-bulan tidak minum, “Leganya. Iya, ini kunjungan mendadak,
bilang ke Agung jangan dipikirkan, toh aku juga baru memberi kabar kemarin
padamu”
“Mas
Danu baru banget datang berarti? Sudah makan?”
“Seperti
biasa kamu selalu begitu, seperti Mama. Sebenarnya sudah dari siang tadi aku
sampai di Jakarta. Tapi harus mengantar pesanan, lalu..” Danu terdiam dan
kembali berbicara “tadi sempat mampir ke makam Mama” perasaan sedih kembali
menyergapnya, namun dia alihkan dengan mengajak si kecil Rosa bermain sementara
ibunya sedang mengeluarkan makanan cepat saji dari dalam lemari pendingin.
Sebuah wajan penggorengan sudah dipanaskan dengan minyak di dalamnya,
“
Sudah lama Mas Danu nggak pulang. Kali ini lama kan?”
“Yah,
seminggu kayaknya, lusa ada acara yang akan aku hadiri”
“Acara
apa, Mas?”
“Pembukaan
restoran. Restoran Golden Lotus…..” Danu masih memikirkan beberapa kalimat yang
sesuai, karena dia tidak tahu bagaimana reaksi adiknya ketika mendengarnya
“Restoran baru, milik Miranda..Miranda Santoso”
Nita
mengerenyit, “Miranda? Miranda yang itu?”
“Menurutmu
siapa lagi, Nit?”
Pembicaraan mereka terhenti
karena bunyi pagar rumah yang berderit keras diiringi suara deru mobil yang
masuk ke dalam garasi. Rosa, si kecil, langsung bergegas menuju pintu dan
menyambut siapa yang datang. Tidak perlu seorang peramal hebat, karena Danu
sendiri tahu itu pasti ayahnya yang baru saja pulang.